DAENG RIOSO

168 View

Sebuah Novel Epos

Daeng Rioso

Prahara Bumi Balanipa

Rp. 110.000

Penulis: Adi Arwan Alimin

ISBN: 978-602-74599-0-8

Cover: Soft Cover

Halaman: 392 Halaman

Berat : 200 gr

Ukuran : 14,5 x 21 cm


Manakala ditelisik dengan cermat, sejak per­­tum­buhan sastra Indonesia modern awal abad-19 cukup banyak kisah sejarah dan kehidupan masya­rakat lokal yang diangkat para sastrawan ke dalam novel. Misalnya, sastrawan Melayu mengeksplorasi kehidupan orang Melayu, sastrawan dari Sunda merepresentasikan nilai budaya Sunda ke dalam karyanya, sastrawan Bali mengangkat perikehidupan masyarakat Bali, dan selanjutnya. Kecenderungan tersebut tentu bukan mengada-ada atau kebetulan belaka. Karena dilandasi kesadaran dan penghargaan atas nilai-nilai lokal yang dimiliki, agar lebih dikenal dan menemukan manfaatnya pada skala yang lebih luas.

Munculnya tema-tema lokal yang diangkat ke da­­lam novel sama sekali bukan pertanda inferioritas bagi sastra Indonesia, melainkan gejala superioritas. Jauh berbeda dengan orientasi “murahan” seperti di­ga­rap dalam novel pop yang hanya hanya menjajakan menu “cepat saji” untuk memuaskan selera baca masyarakat perkotaan sebagai pengisi waktu luang. Tema-tema lokal, seperti dalam novel “Daeng Rioso” ini justru memiliki pondasi budaya yang kuat lantaran langsung tak langsung menjadi bagian nyata dari fakta sejarah Nusantara, khususnya bagi masyarakat Mandar (Sulawesi Barat) dan Sulawesi Selatan yang pada dasarnya adalah “dua bersaudara” yang tumbuh besar dalam adat tradisi yang nyaris sama. Dengan kata lain, novel ini bukan semata-mata berpretensi memperkaya khasanah karya sastra Indonesia modern, namun juga mereaktualisasikan peristiwa budaya di masa lalu yang menjadi landasan perkembangan sosial politik selanjutnya.

Novel ini mengisahkan sosok legendaris, Daeng Rioso, yang sempat memberikan dharma baktinya pada kerajaan Balanipa saat Pasukan Bone yang dipimpin Arung Palakka menyerbu dengan armada perangnya yang dahsyat. Arajang Balanipa, Daeng Mabani, terdesak hingga wilayah Appeq Banua Kaiyyang, nyaris tak berdaya. Maka, beliau mengumumkan sayembara. Siapa pun yang sanggup memimpin peperangan melawan Arung Palakka, maka mahkota atau jabatan sebagai raja akan ia serahkan.

Saat itulah muncul sosok Daeng Rioso, mantan legiun perang Makassar ini pun mengajukan diri untuk mengambil tanggung jawab besar itu. Ia merupakan bekas laskar Makassar yang memiliki riwayat peperangan di bawah kepemimpinan Karaeng Galesong, atau Panglima Karaeng Bontomarannu di masa Sultan Hasanuddin. Ketika Gowa jatuh ke tangan Arung Palakka dan sekutu­nya, VOC, sejumlah panglima atau Karaeng di Maka­ssar menolak butir-butir Perjanjian Bungaya yang dianggap sangat merugikan pihak Sultan Hasanuddin serta sekutunya. Kerajaan Balanipa Mandar merupakan sekutu paling setia Gowa, setelah Buton, Ternate dan wilayah lainnya. Ketika para karaeng dengan ri­­buan prajurit meninggalkan Gowa menuju Madura, Jawa, dan Banten, lelaki bernama Daeng Rioso justru bertahan di Makassar, lalu memilih pulang ke Balanipa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *