MASIHKAH KAU INGAT

Rp. 60.000,-

Penulis: Adi Arwan Alimin

ISBN: 978-602-51332-5-1

Cover: Soft Cover

Halaman: 122 Halaman

Berat : 30 gr

Ukuran : 14,5 x 21 cm


Bagi beberapa orang puisi sesuatu yang indah, memikat dengan ketelitian diksi. Genre ini membutuhkan kemampuan orang lain membahas tema dan perangkat kesusastraan dengan kejelasan yang kebanyakan dari kita pun tidak pernah bisa memikirkannya sendiri.

Puisi menunjukkan seorang penyair tidak pernah berhenti untuk berpikir mengenai ruang dan caranya menguji pemahaman pada lingkungannya, atau mengenai pendalamannya pada internalisasi pemahaman ruang dan teks. Dari sisi kerapkali muncul pertanyaan apakah tujuan seorang penyair dalam menuang kata-katanya sebagai sketsa atau realitas yang bermandi ungkapan.

Bagi penulis menulis bukanlah hanya mengenai bagaimana anda duduk di bawah sinar rembulan sambil menyaksikan gemuruh laut diujung-ujung kaki. Namun ini memerlukan kedalaman cinta anda kedalaman lautan dalam tanggapan imajinatif setelah melewati wilayah kontemplasi. Kemahiran

seseorang dalam urusan menyusun kata-kata sebagai bait puisi sesungguhnya gambaran keterampilan tinggi mengenai teknis pada unsur-unsur sastra. Disamping kematangannya mengelola emosinya yang memiliki resonansi pada teks dan makna bagi pembaca.

Hal-Hal yang Pergi

Rp. 60.000,-

Penulis: Dahri Dahlan

ISBN: 978-602-51332-4-4

Cover: Soft Cover

Halaman: 101 Halaman

Berat : 30 gr

Ukuran : 14,5 x 21 cm


Sajak-sajak Dahri Dahlan tiba di hadapan saya saat saya baru saja menginjak usia 60, yaitu saat saya sedang mulai belajar menja­di tua. Sajak-sajak Dahri seakan-akan merupakan respons terhadap kegelisahan terbaru saya: kegelisahan mengenai bagaimana mele­wati hari-hari tua dengan tabah. Sajak pertama dalam antologi ini, “Rumahmu Sepi Abadi”, membuat saya termangu. Meskipun digu­bah oleh seorang penulis yang masih muda usia, sajak tersebut telah berhasil memberikan gambaran yang “indah” tentang apa yang akan dialami oleh seseorang di hari tuanya. Perpaduan antara kelenturan imajinasi dan penghayatan hidup yang intens memang bisa membuat seorang penulis mampu menembus waktu.

Gambaran tentang nasib orang tua di usia senja ditampilkan melalui deskripsi yang terasa wajar tapi meyakinkan. Perasaan sepi, sendiri, dan sia-sia bercampur aduk dengan perasaan ditinggalkan dan tidak berharga. Dan, sebagaimana beberapa sajak Dahri yang lain, sajak tersebut diakhiri dengan ending yang memukul: “kamu melam­baikan tangan setelah mereka pergi. jam dinding berdetik berlalu, tak pernah sampai ke mana.” Itulah sajak yang menuntut kekuatan mental tersendiri bagi pembaca yang memiliki pengalaman langsung dengan apa yang dilukiskannya.

Dengan menempatkan sajak “Rumahmu Sepi Abadi” sebagai sajak pertama, Dahri tampaknya dengan sadar menyusun narasi per­menungannya secara flash back. Ia mulai dengan narasi mengenai fag­men akhir hidup manusia, baru setelahnya menyajikan berbagai narasi yang mengantar seseorang ke dalam fragmen akhir tersebut. Dari sini dapat dipahami bahwa perasaan kesepian dan kefanaan yang mem­bayang dalam sajak di atas tidaklah berdiri sendiri; ia merupakan kon­sekuensi dari segala yang dilakukan dan dialami dalam fragmen-frag­men hidup sebelumnya. Dengan kata lain, kesepian tidak sepenuhnya alamiah. Ia bisa merupakan akibat dari cara berpikir dan bertindak.

Please enable JavaScript in your browser to complete this form.
Selected Value: 1
Dikirim
$0.00
Konfirmasi

Perempuan di Langit Jakarta

Rp. 70.000,-

Penulis: Adi Arwan Alimin

ISBN: 978-602-74599-3-9

Cover: Soft Cover

Halaman: 191 Halaman

Berat : 80 gr

Ukuran : 13 x 20,5 cm


Setiap hari berlangsung ratusan kejadian. Tiap peristiwa tersebut selalu direbut para penulis dalam kualitas yang berbeda-beda. Terlalu banyak hal yang menyembul sebagai kisah dan alur yang dahsyat, di sanalah setiap pereka cerita memaknainya dengan imajinasi yang juga lebih kuat. Semua itu kemudian menjadi rekam faktawi yang digeser sebagai tuturan sesuai timbangan pada mutu pilihan kata yang bernas.

Dalam banyak kesempatan, penulis terus mendorong setiap orang untuk dapat menjadi penutur. Sebab setiap orang sesungguhnya merupakan sumber pertama dalam pengalaman, imaji, dan peristiwa batinnya. Cerita pendek memiliki karakter yang terbatas untuk menjadi rumah bagi segenap lempang pengetahuan dan tindakan yang dirumuskan secara utuh. Fakta tidak memiliki tempat yang cukup dalam ruang fiksi, ketika dirangkai pereka cerita berdasar mood-nya.

Cerita pendek selalu menjadi ruang antara pada sekian kemampuan dan deret diksi yang membetot perhatian. Penulis tidak pernah mengandung kemahiran paling sempurna untuk menitiskan kisah yang mungkin jauh lebih indah dalam realitas, tinimbang cara kita berkisah melalui ribuan teks. Setiap cerpen yang penulis buat hanya sebuah kolase dari bentang kebenaran yang terserap, atau tersirat dari daya khayal. Atau mungkin realitas kebenaran dalam cerita itu sendiri.

Antologi Perempuan di Langit Jakarta ini, menjadi kumpulan cerita pendek penulis yang pertama. Beberapa cerpen lainnya terbit dalam buntalan antologi bersama. Semua ini dapat terangkum setelah melewati banyak pertimbangan rasa, kecemasan emosi, dan perenungan tentang kualitas karya. Meski penulis juga menerima masukan, dan harapan agar cerita pendek yang telah terbit di surat kabar, atau bertengger di blog pribadi, juga dipostingan media sosial segera diterbitkan.

Please enable JavaScript in your browser to complete this form.
Selected Value: 1
Dikirim
$0.00
Konfirmasi